Minggu, 17 Mei 2009

OLIMPIADE YANG ISTIMEWA

Beberapa tahun lalu, diadakan olimpiade khusus orang-orang cacat di Seattle. Saat itu dilakukan pertandingan lari jarak 100 meter. Sembilan pelari telah bersiap-siap di tempat start masing-masing.
Ketika pistol tanda pertandingan dinyalakkan, mereka semua berlari, meski tidaktepat berada di garis lintasannya, namun semuanya berlari dengan wajah gembira menuju garis finish dan berusaha untuk memenangkan pertandingan. Kecuali, seorang pelari, anak lelaki, tiba-tiba tersandung dan terjatuh berguling beberapa kali, la lalu menangis.
Delapan pelari mendengar tangisan anak lelaki yang terjatuh itu. Mereka lalu memperlambat lari mereka dan menoleh ke belakang. Mereka semua berbalik dan berlarian menuju anak lelaki yang terjatuh di tanah itu.
Semuanya, tanpa terkecuali.
Seorang gadis yang menyandang cacat keterbelakangan mental menunduk, memberikan sebuah ciuman padanya dan berkata, "Semoga ini membuatmu merasa lebih baik." Kemudian kesembilan pelari itu saling bergandengan tangan, berjalan bersama menyelesaikan pertandingan menuju garis finish.
Seluruh penonton yang ada di stadion itu berdiri, memberikan salut selama beberapa lama. Mereka yang berada di sana saat itu masih saja tak bosan-bosannya meneruskan kejadian ini. Tahukah anda mengapa? Karena di dalam diri kita yang terdalam kita tahu bahwa: dalam hidup ini tak ada yang jauh lebih berharga daripada kemenangan bagi kita semua. Yang terpenting dalam hidup ini adalah saling tolong menolong meraih kemenangan, meski kita harus mengalah dan mengubah diri kita sendiri.

Senin, 16 Februari 2009

Kecaman Atas Kasus Protap Itu Tak Lagi "Fair"

Di Pahae, Tarutung, Balige, Porsea, Dolok Sanggul, Pakkat,Parapat, juga di Onanrunggu Samosir, antara pemeluk Kristen/Katolik dan Islam dan juga dengan Ugamo Malim, hidup rukun dan damai sejakdahulu. Bahkan ketika konflik Ambon dan Poso meledak, orang-orang diTano Batak tak terpengaruh. Itu disebabkan karakter dasar manusiaBatak yang sejak dasarnya toleran dan hubungan sosial sehari-hariterhadap siapa pun dirajut berdasarkan nilai-nilai dan norma-normaadat–termasuk pada etnis lain.

Oleh : Suhunan Situmorang

GARA-GARA Azis Angkat tewas akibat ulah ratusan demonstran penuntutProtap yang beringas itu, orang Batak (khususnya Toba), seperti sahditelanjangi, dikecam, dimaki.Bahkan, yang tak etisnya, para pengecam itu banyak dari kalangannon-Batak. Mereka seperti tak risih mengoreksi yang bukan etnisnya danseakan memiliki kesempatan–yang sudah lama dipendam–untuk menghujatmanusia Batak (Toba).Dan parahnya lagi, semua itu hanya berdasarkanpandangan, penilaian, yang muncul dari endapan stereotip dan hasilgeneralisasi yang sempit, kalau tak keliru.Yang mati "hanya" seorang, kebetulan Ketua DPRD, dan visum dokterjelas-jelas mengatakan: ia tewas karena gagal jantung yang sudahpernah dioperasi lima tahun lalu. Tetapi karena ulah para demonstranitu, yang entah siapa mereka sesungguhnya, etnis Batak (Toba) menjadibulan-bulanan–termasuk yang tak mau tahu perjuangan Protap.Berbeda sekali ketika pertempuran antar-etnis Madura vs Dayak yangamat ganas dan barbar terjadi di Kalbar dan Kalteng, yang melibatkanratusan ribu partisan. Pers, petinggi negara, pengamat sosial-politik,dan masyarakat di luar dua etnis yang bertikai itu, seperti kompakmereduksi dampak buruknya: tak membiarkan kejadian yang amatmengerikan itu melebar, tak mempertontonkan korban mati dengan kepaladipenggal hingga ribuan jiwa itu di media massa. Opini yang menguakihwal asal-mula dan pemicu konflik tersebut diusahakan diredam;pendapat yang boleh diekspos adalah yang menyejukkan, yangmengutamakan persatuan dan keutuhan NKRI.

***Orang-orang (termasuk etnis Batak Toba) tak seluruhnya tahu bahwa idedan gagasan Protap sudah muncul sejak tahun 1952, yang mengemuka lagitahun 2002. Juga tak paham bahwa gagasan Protap, awalnya mengajaksemua puak Batak yang enam dengan agama yang berbeda-beda itu.Artinya, sejak dasarnya pun sudah jelas dipaparkan bahwa ide Protaptak mengedepankan hegemoni sub-etnis dan agama tertentu. Masalah yangkemudian mengakibatkan pecahnya "kongsi" adalah: ketidakcocokanmemilih ibukota Protap. Tapsel, Mandailing-Natal, Batubara,Tapteng,Nias, Dairi, Pakpak Barat, tak setuju bila ibukota Protap diSiborongborong.Kemudian, menyusup berbagai kepentingan dari segelintir orang. Duasoal inilah yang kemudian dicelupi aneka isu, yang tak etis, kotor,picik, dan oleh sebagian pejabat pemprov serta anggota DPRD Sumut yangsejak dasarnya sudah cemas membayangkan akibat Protap bagi kekuasaanmereka, lantas terus-menerus dijadikan bahan dagangan dan konsumsipolitik.Masyarakat Sumut kian masuk ke opini dan bahaya yang mengancam yangdisebarkan orang-orang yang ketakutan bila Protap terbentuk: BatakToba akan membuat wilayah Tano Batak dikuasai hanya orang Kristen.Sayangnya, masyarakat Sumut tak secara benar memahami bahwa sejumlahisu yang menyesatkan itu, yang sebetulnya sudah jadi mainan parapolitikus dan pemegang kekuasaan, amat perlu diembus-embuskan untukkepentingan personal dan kelompok (termasuk parpol).Yang tak menarik lagi, akhirnya, "dinasti" GM Panggabean–pemilik koranSIB yang sejak dulu sering menulis berita provokasi dan sebetulnyalebih layak disebut selebaran ketimbang koran, namun masih tetaplaku–seolah menjadi tokoh sentral dalam upaya pembentukan Protap.Chandra Panggabean, anak GM, memang disiapkan ayahnya jadi gubernurProtap. Ia pun gigih bergerilya melobi orang-orang kuat, tokohmasyarakat, parpol, seraya mengucurkan dana besar untuk menggolkanambisi yang kian terang-benderang terlihat sejak dua tahun lalu. Lewatkoran mereka, tuntutan pembentukan Protap terus digenjot sembarimenghantami orang-orang (pejabat pemprov dan anggota DPRD) yang taksetuju. Masyarakat pun kian dipengaruhi opini-opini busuk yangbersliweran di sejumlah media massa Sumut, dicekoki benih kecurigaan,yang kemudian membangkitkan sentimen suku, fanatisme agama, dan ikatanteritorial. (Penentang Protap pun turut menggunakan media massa macamkoran Waspada).GM, Chandra, dan sejumlah orang yang berkepentingan (pribadi) kian taksabar karena uang dan tenaga mereka sudah banyak dibuang. Mereka inginProtap segera diwujudkan. Masalahnya, rekomendasi dari DPRD takkunjung datang dan isunya, memang takkan pernah dikeluarkan. Merekapun meradang: Demo DPRD, ciptakan opini bahwa Azis Angkat tak berkenanpada Protap, dan bikin kesan bahwa masyarakat Batak (Toba) sudahmarah!Mereka terus menggelar rapat, merekrut massa (termasuk mahasiswa darikampus milik GM), mengatur strategi, dan…lagi-lagi harus mengucurkanuang. Tentu saja GM, Chandra, dan orang dekat mereka, amat pentingmendesak terbentuknya Protap, apalagi aset GM di Siborongborong (calonibukota Protap) terus bertambah–yang, katanya, disiapkan untukpembangunan fasilitas perkantoran dan ruang bisnis. Sejumlah jabatandan privilese diiming-iming.Tapi, mereka tak antisipasif, over confidence, hingga meluputkankemungkinan (terburuk) dari sebuah tindakan menggerakkan ribuan massauntuk berunjuk rasa. Dan terjadilah peristiwa yang mengundangkemarahan publik itu.

***AKHIR Desember tahun lalu, saya sedang di wilayah Tano Batak dan tahuada sebuah acara Natal yang cukup besar hajatan Chandra. Koran SIBmembuat liputan besar-besaran. Sejumlah petinggi Sumut diundang,beberapa artis Batak dari Jakarta (termasuk abang saya bersama TrioLasidos-nya) dihadirkan, dan ribuan orang berduyun-duyun keSiborongborong–angkutan dan konsumsi, semuanya dibayari Chandra.Saya tak tertarik hadir di sana kendati dikontak beberapa kawan yangberkepentingan atau cuma simpatisan. Saya? Siapakah saya? Meski hanyasebentar, setidaknya memang pernah ikut rapat dan menyiapkanpembentukan Protap (di Jakarta). Tapi, alasan saya mendukung dantergerak (walau akhirnya tak aktif lagi) mendirikan Protap,semata-mata–seperti yang lain yang juga mendukung–karena kecintaanpada Bangso dan Tano Batak yang amat lambat perkembangannya. Potensialam, budaya, dan Danau Toba yang amat luarbiasa indah itu, tak sabarlagi saya tunggu dipoles dan dioptimalkan untuk kesejahteraanmasyarakat yang berdiam di sana–tanpa merusak eko-sistem dan mengotoriadat-istiadat, tradisi, dan kearifan lokal manusia Batak yang sayakagumi.Saya tak giat lagi di rapat-rapat karena kepentingan GM dan Chandrakian menonjol, sementara sudah lama saya kecewa pada mereka, khususnyakarena arogansi dan kesewenang-wenangan mereka di berbagai bidang(baca: demi kepentingan) dengan memanfaatkan koran SIB. Kasus HKBP 19tahun lalu yang hingga kini belum sembuh itu, misalnya, kian parahakibat keberpihakan koran SIB terhadap satu kelompok dan ikutmemanas-manasi hati jemaat yang tengah bertikai. Tak usah mendamaikan,saat itu, menjalankan fungsi pers saja (pelapor berita yang netral)tak mau mereka lakukan.Demikian halnya bila SIB menilai kinerja pejabat pemprov atau kalapemilihan bupati, gubernur, dsb. Bila tak dekat dengan GM atauanak-anaknya yang umumnya pengusaha (antara lain kontraktor), habislahdipreteli melalui penyebaran isu dan upaya pembunuhan karakter (takpandang agama dan suku). Pokoknya, mereka telah membuat pers (SIB)menjadi sesuatu yang mengerikan, demi kepentingan mereka belaka.Sebaliknya pun demikian: menyanjung seseorang yang tengah berkuasapadahal tak berbobot dan korup, hanya karena sedang mesra denganmereka dan ada kepentingan. Yang saya puji dari koran ini hanya ini:meski milik orang Batak Toba beragama Kristen, SIB tetap memberi ruangyang berimbang untuk agama Islam, Budha, Konghucu, Hindu. Mereka,misalnya, rutin memuat khotbah Jumat, berita tentang Islam, atau acarahalal-bihalal; tak seperti koran Waspada yang amat sektarian itu. Jugatak mau menghajar seseorang karena alasan agama dan suku–bisnis dankepentinganlah dasarnya.***SAYANGNYA, di Sumut (khususnya di luar Tano Batak), orang lebihterpengaruh dan cenderung bersikap berdasarkan sentimen SARA. Disekolah, kampus, kantor-kantor pemerintah, BUMN, swasta, bukan rahasialagi: faktor agama amat jelas baunya. Memualkan, bahkan bisamenjijikkan. Padahal, di wilayah yang diancangkan sebagai Protap itu,kerukunan beragama sudah terjalin sejak dahulu kala, dan itu bukanbasa-basi atau berkat anjuran pemerintah.Di Pahae, Tarutung, Balige, Porsea, Dolok Sanggul, Pakkat, Parapat,juga di Onanrunggu Samosir, antara pemeluk Kristen/Katolik dan Islamdan juga dengan Ugamo Malim, hidup rukun dan damai sejak dahulu.Bahkan ketika konflik Ambon dan Poso meledak, orang-orang di TanoBatak tak terpengaruh. Itu disebabkan karakter dasar manusia Batakyang sejak dasarnya toleran dan hubungan sosial sehari-hari terhadapsiapa pun dirajut berdasarkan nilai-nilai dan norma-normaadat–termasuk pada etnis lain.Batak sejati, sesungguhnya lebih terikat pada adat-istiadat, hubunganmarga, dan menonjolkan kearifan yang diwariskan leluhur Batak; bukanagama-kepercayaan, kepentingan bisnis, politik, ideologi; yang takakan memukul genderang permusuhan hanya disebabkan perbedaan.Terserah mau dituduh apa, saya memang tetap membanggakan Batak, dimana-mana, tetapi lebih karena karakter dasarnya yang terbuka,egaliter, tak hipokrit, humoris, dan senang melakukan otokritikitu–dan akan kecewa bila menemukan manusia Batak yang melenceng darikebatakannya, juga bila gagal menjaga citra manusia Batak yangdiajarkan para leluhur: bijak, terbuka, inklusif, loyal, rendah hati,tak korup (sioloi poda, adat, patik dohot uhum; dang mangasanghon gogodohot haadongon).Tentu pulalah banyak manusia Batak yang sering memperlihatkan perangaiyang tak elok dan bahkan memalukan, tetapi sungguh piciklah bila darisitu lantas diambil sebuah kesimpulan: demikianlah sifat manusiaBatak.Karena itulah saya begitu tersinggung dan kecewa pada sejumlahpendapat miring yang disampaikan di media massa, milis, blog, FB,menyikapi kematian Azis Angkat yang amat disesalkan itu. Saya menilai,pendapat mereka lebih karena kecurigaan dan kebencian terhadap Batak(Toba), bukan lagi karena keprihatinan atas persoalan Protap yangsudah dilumuri sedemikian banyak kepentingan dan dibumbui begitubanyak sentimen hingga menimbulkan banyak korban.Saya khawatir, akibatnya akan semakin buruk dan implikasinya kianmenyulitkan orang-orang Batak yang sama sekali tak terlibat dalamunjuk rasa yang anarkis itu. Dan itu amat tak "fair.

"***Suhunan Situmorang : pengacara, sastrawan (pengarang novel Sordam),tinggal di Jakarta.Sumber : http://www.facebook.com/note.php?note_id=55387047190&ref=mf

Rabu, 11 Februari 2009

Tahukah Anda??

Dear friends,

Tahukah anda kalau orang yang kelihatan begitu tegar hatinya, adalah orang
yang sangat lemah dan butuh pertolongan?

Tahukah anda kalau orang yang menghabiskan waktunya untuk melindungi
orang lain adalah justru orang yang sangat butuh seseorang untuk
melindunginya?

Tahukah anda kalau tiga hal yang paling sulit untuk diungkapkan adalah :
Aku cinta kamu, maaf dan tolong aku

Tahukah anda kalau orang yang suka berpakaian warna merah lebih yakin
kepada dirinya sendiri?


Tahukah anda kalau orang yang suka berpakaian kuning adalah orang yang
menikmati kecantikannya sendiri?

Tahukah anda kalau orang yang suka berpakaian hitam adalah orang yang
ingin tidak diperhatikan dan butuh bantuan dan pengertian anda?

Tahukah anda kalau anda menolong seseorang, pertolongan tersebut
dikembalikan dua kali lipat?

Tahukah anda bahwa lebih mudah mengatakan perasaan anda dalam tulisan
dibandingkan mengatakan kepada seseorang secara langsung? Tapi tahukah
anda bahwa hal tsb akan lebih bernilai saat anda mengatakannya dihadapan
orang tsb?

Tahukah anda kalau anda memohon sesuatu dengan keyakinan, keinginan anda
tsb pasti dikabulkan?

Tahukah anda bahwa anda bisa mewujudkan impian anda, spt jatuh cinta,
menjadi kaya, selalu sehat, jika anda memintanya dengan keyakinan, dan
jika anda benar2 tahu, anda akan terkejut dengan apa yang bisa anda
lakukan.

Tapi jangan percaya semua yang saya katakan, sebelum anda mencobanya
sendiri, jika anda tahu seseorang yang benar2 butuh sesuatu yg saya
sebutkan diatas, dan anda tahu anda bisa menolongnya, anda akan melihat
bahwa pertolongan tsb akan dikembalikan dua kali lipat.

Hari ini,
bola PERSAHABATAN ada dilapangan anda, kirim ini kepada orang
yang benar2 sahabat anda (termasuk saya jika saya juga sahabat). Juga,
jangan merasa kecewa jika tidak ada seseorang yang mengirimkannya
kembali kepada anda, anda akan mengetahui bahwa anda akan tetap menjaga bola untuk
orang lainnya .. karena
lebih baik memberi daripada menerima bukan ??? =)

HindaRi ChiCkEN WinGs & LehER AyAm...

Dear All

Terutama cewe2 yg concern about kista, mudah2an info di bawah ini cukup membantu.


HindaRi ChiCkEN WinGs & LehER AyAm...



Seorang teman saya baru saja ketahuan memiliki kista alam
rahimnya,sehingga dia langsung menjalani operasi.
Kista yang diambil berisi darah yang berwarna hitam pekat . Dia pikir
dia akan sembuh setelah menjalani operasi, tetapi ternyata tidak.

Hanya beberapa bulan setelah operasi ternyata tumbuh kista lagi. Dia
kemudian menemui ginekolog untuk berkonsultasi
.
Saat konsultasi, dokternya menanyakan apakah teman saya ini sering
makan chicken wings Dan dia jawab ya, dia jadi tahu kebiasaan makannya.

Seperti yang anda saksikan, pada jaman modern ini ayam disuntik dengan
steroid agar cepat besar sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar.

Kebutuhan ini tak lain adalah kebutuhan akan makanan.

Biasanya suntikan ini dilakukan pada bagian leher atau sayap.
Oleh karena ini pada dua tempat inilah terdapat konsentrasi steroid yang paling tinggi.
Steroid inilah yang memberikan pengaruh pada tubuh sehingga cepat
pertumbuhannya. Bahkan lebih bahayanya lagi efeknya bagi hormone
wanita,membuat wanita lebih rentan untuk terkena kista rahim. Oleh
karena hal itu, saya menyarankan untuk selalu berhati-hati dengan yang anda
konsumsi terutama mengurangi makan chicken wings.

Selasa, 10 Februari 2009

Ternyata... Hidup Ini Sederhana...

Ada seseorang saat melamar kerja, memungut sampah kertas di lantai ke dalam tong sampah, dan hal itu terlihat oleh peng-interview, dan dia mendapatkan pekerjaan tersebut.


Ternyata untuk memperoleh penghargaan sangat mudah, cukup memelihara kebiasaan yang baik .


Ada seorang anak menjadi murid di toko sepeda. Suatu saat ada seseorang yang mengantarkan sepeda rusak untuk diperbaiki di toko tsb. Selain memperbaiki sepeda tsb, si anak ini juga membersihkan sepeda hingga bersih mengkilap. Murid-murid lain menertawakan perbuatannya. Keesokan hari setelah sang empunya sepeda mengambil sepedanya, si adik kecil ditarik / diambil kerja di tempatnya.

Ternyata untuk menjadi orang yang berhasil sangat mudah, cukup punya inisiatif sedikit saja.


Seorang petani menyuruh anaknya setiap hari bekerja giat di sawah. Temannya berkata: "Tidak perlu menyuruh anakmu bekerja keras, Tanamanmu tetap akan tumbuh dengan subur." Petani menjawab: "Aku bukan sedang memupuk tanamanku, tapi aku sedang membina anakku."


Ternyata membina seorang anak sangat mudah, cukup membiarkan dia rajin bekerja .


Katak yang tinggal di sawah berkata kepada katak yang tinggal di pinggir jalan: "Tempatmu terlalu berbahaya, tinggallah denganku." Katak di pinggir jalan menjawab: "Aku sudah terbiasa, malas untuk pindah." Beberapa hari kemudian katak "sawah" menjenguk katak "pinggir jalan" dan menemukan bahwa si katak sudah mati dilindas mobil yang lewat.


Ternyata sangat mudah menggenggam nasib kita sendiri, cukup hindari kemalasan saja.


Ada segerombolan orang yang berjalan di padang pasir, semua berjalan dengan berat, sangat menderita, hanya satu orang yang berjalan dengan gembira. Ada yang bertanya: "Mengapa engkau begitu santai ?" Dia menjawab sambil tertawa: "Karena barang bawaan saya sedikit."


Ternyata sangat mudah untuk memperoleh kegembiraan, cukup tidak serakah dan memiliki secukupnya saja.

Baju-Baju Yang Menipu Seorang wanita yang mengenakan gaun memudar menggandeng suaminya yang berpakaian sederhana dan usang, turun dari kereta api di Boston, dan berjalan dengan malu-malu menuju kantor Pimpinan Harvard University . Mereka meminta janji.Sang sekretaris Universitas langsung mendapat kesan bahwa mereka adalah orang kampung, udik, sehingga tidak mungkin ada urusan di Harvard dan bahkan mungkin tidak pantas berada di Cambridge.. "Kami ingin bertemu Pimpinan Harvard", kata sang pria lembut."Beliau hari ini sibuk," sahut sang Sekretaris cepat."Kami akan menunggu," jawab sang Wanita.Selama 4 jam sekretaris itu mengabaikan mereka, dengan harapan bahwa pasangan tersebut akhirnya akan patah semangat dan pergi. Tetapi nyatanya tidak . Sang sekretaris mulai frustrasi, dan akhirnya memutuskan untuk melaporkan kepada sang pemimpinnya. "Mungkin jika Anda menemui mereka selama beberapa menit, mereka akan pergi," katanya pada sang Pimpinan Harvard.Sang pimpinan menghela nafas dengan geram serta mengangguk. Orang sepenting dia pasti tidak punya waktu untuk mereka. Dan ketika dia melihat dua orang yang mengenakan baju pudar serta pakaian usang diluar kantornya, rasa tak senangnya sudah muncul. Sang Pemimpin Harvard, dengan wajah galak menuju pasangan tersebut.Sang wanita berkata padanya, "Kami memiliki seorang putra yang kuliah tahun pertama di Harvard. Dia sangat menyukai Harvard serta bahagia di sini. Tetapi setahun yang lalu, dia meninggal karena kecelakaan. Kami ingin mendirikan peringatan untuknya, di suatu tempat di kampus ini, bolehkan ?" tanyanya, dengan mata yang menjeritkan harap. Sang Pemimpin Harvard tidak tersentuh, wajahnya bahkan memerah. Dia tampak terkejut."Nyonya," katanya dengan kasar, "Kita tidak bisa mendirikan tugu untuk setiap orang yang masuk Harvard dan meninggal. Kalau kita lakukan itu, tempat ini sudah akan seperti kuburan." "Oh, bukan," Sang wanita menjelaskan dengan cepat, "Kami tidak ingin mendirikan tugu peringatan. Kami ingin memberikan sebuah gedung untuk Harvard."Sang Pemimpin Harvard memutar matanya. Dia menatap sekilas pada baju pudar dan pakaian usang yang mereka kenakan dan berteriak, "Sebuah gedung ?! Apakah kalian tahu berapa harga sebuah gedung ?! Kami memiliki lebih dari 7,5 juta dolar hanya untuk bangunan fisik Harvard." Untuk beberapa saat sang wanita terdiam. Sang Pemimpin Harvard senang. Mungkin dia bisa terbebas dari mereka sekarang. Sang wanita menoleh pada suaminya dan berkata pelan, "Kalau hanya sebesar itu biaya untuk memulai sebuah universitas, mengapa tidak kita buat sendiri saja ?" Suaminya mengangguk. Wajah sang Pemimpin Harvard menampakkan kebingungan. Mr. dan Mrs. Leland Stanford akhirnya bangkit berjalan pergi, melakukan perjalanan ke Palo Alto, California, di sana mereka mendirikan sebuah Universitas yang menyandang nama mereka, sebuah peringatan untuk seorang anak yang tidak lagi diperdulikan oleh Harvard. Universitas tersebut adalah Stanford University yang sekelas dengan Politeknik USU :-) , salah satu universitas favorit kelas atas di AS.


Kita, seperti pimpinan Hardvard itu, acap silau oleh baju, dan lalai. Padahal, baju hanya bungkus, apa yang disembunyikannya, kadang sangat tak ternilai. Jadi, janganlah kita selalu abai, karena baju-baju, yang acap kali menipu.

Selasa, 06 Januari 2009

BELAJAR MENJADI MISKIN

Oscar Lewis, seorang antropolog, mengungkapkan bahwa masalah kemiskinan bukanlah masalah ekonomi, bukan pula masalah ketergantungan antar negara atau masalah pertentangan kelas. Memang hal-hal tadi dapat dan merupakan penyebab kemiskinan itu sendiri tetapi menurut Lewis, kemiskinan itu sendiri adalah budaya atau sebuah cara hidup. Dengan demikian karena kebudayaan adalah sesuatu yang diperoleh dengan belajar dan sifatnya selalu diturunkan kepada generasi selanjutnya maka kemiskinan menjadi lestari di dalam masyarakat yang berkebudayaan kemiskinan karena pola-pola sosialisasi, yang sebagian besar berlaku dalam kehidupan keluarga. (Kisah Lima Keluarga, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 1988).
Kebudayaan kemiskinan bukanlah monopoli mereka yang secara ekonomi tidak memiliki sumber-sumber produksi, distribusi benda-benda, dan jasa ekonomi.
Kebudayaan kemiskinan juga dimiliki mereka yang oleh kita dianggap kaya atau bermodal. Dalam cakupan budaya kemiskinan beberapa hal dapat menunjukkan keberadaannya seperti meliputi tingkah laku kasar dalam keluarga yang selalu menjadi masalah mereka yang miskin, perasaan tidak puas atau tidak enak yang berkelanjutan, kurangnya cinta kasih, retaknya nilai-nilai moral dan etika, serta ketiadaan akses kepada kapital alias modal. Hal-hal ini dapat terjadi dalam keluarga kaya sekalipun. Pada intinya walaupun sebuah keluarga atau masyarakat dianggap kaya tetapi jika gaya hidup dan cara hidupnya menunjukkan ciri-ciri kemiskinan maka mereka "mengidap" apa yang disebut kebudayaan kemiskinan.
Jadi walaupun sudah kaya raya tetapi ternyata seorang teman masih saja tidak bisa melepaskan berbagai cara kekerasan yang dilakukan bapaknya dulu ketika mendidik dia dan saudara-sudaranya. Dia bilang "Wah seperti refleks mas Wiji, saya itu tidak ingin dan tahu berkata kasar serta mencambuk anak itu tidak baik tapi saya lakukan juga, sepertinya tidak ada pilihan lain untuk mendisiplinkan anak saya itu." Atau beberapa tingkah orang kaya baru yang kadang norak dan aneh-aneh nampaknya juga menunjukkan perasaan tidak enak, tidak nyaman, dan tidak puas yang berkelanjutan.
Kata para ahli, apa yang disebut cara hidup miskin ini merupakan "penyakit" hampir di semua belahan bumi yang menurut ukuran negeri kapitalis (maju) adalah negeri yang sedang berkembang atau miskin?
Padahal bisa jadi kalau diukur kekayaan alamnya bisa lebih kaya. Negara-negara yang biasanya pernah dijajah dan mengalami benturan budaya karena terkejut dan tidak bisa menerima kemajuan teknologi. Di satu sisi beberapa negara ini masih memiliki kebudayaan petani yang kental tetapi tiba-tiba juga harus menghadapi kebudayaan material yang diusung oleh negara kapitalis tersebut dan menguasai hampir semua lini kehidupan. Jadi kemiskinan di sini dilanggengkan karena secara langsung ataupun tidak langsung dipelajari dan dipraktekkan cara hidupnya oleh masyarakat pendukungnya.
Sekolah di mana saya bekerja rupanya menjadi bagian dari lembaga yang melanggengkan hal tersebut. Pada masa sekitar tahun 60-80-an sekolah ini merupakan sekolah yang cukup berjaya.
Gaji gurunya melebihi gaji pegawai negeri pada masa itu. Ditawari menjadi pegawai negeri guru-guru tersebut tidak mau. Bahkan dengan bangga mereka bisa memamerkan sepeda pemberian dari Yayasan Pusat yang belum tentu dapat diperoleh pegawai negeri saat itu. Sekilas sepertinya sekolah ini maju pesat. Tetapi ternyata semua itu terjadi karena ada dukungan dana dari Belanda untuk operasionalisasi semua kegiatan disekolah ini.
Sekolah hampir tidak mengadakan pembaharuan ataupun rencana-rencana untuk masa depan. Yang kemudian terjadi adalah rebutan rejeki sehingga sebisa mungkin saudara ataupun teman menjadi bagian dari Pengurus Yayasan ataupun Guru di sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan Pengelola.
Dapat ditebak situasinya adalah situasi aman karena mendapat sokongan.
Tidak ada budaya berusaha, tetapi seperti sebuah involusi, dana bantuan yang harusnya dikembangkan itu malah dibuat supaya dapat menghidupi banyak sekali para kolega maupun saudara. Seperti sepetak sawah yang kemudian dikerjakan oleh banyak orang hanya supaya semua orang kebagian rejeki.
Sebuah cara hidup miskin karena ketiadaan sumber produksi dan ketiadaan pengetahuan mengelola sumber produksi maka apa yang ada dimaksimalkan dengan cara di buat "padat karya". Jelas hal ini akan menjauhkan kita dari kemajuan. Ketika traktor berperan habislah model pertanian ini.
Kembali ke sekolah tadi. Dalam situasi seperti ini jelas anak-anak sadar atau tidak sadar diajak untuk belajar menjadi miskin. Mereka selalu melihat bahwa saudara-saudara Guru mereka yang lebih berperan dan Guru-guru juga selalu menekankan bahwa kekayaan sepertinya adalah sebuah wahyu bukan karena usaha. Sisa-sisa pengajaran mereka itu masih dapat dilihat sampai sekarang. Seorang Guru berkata "Nasib Mas Wiji, dulu kita jaya sekarang terpuruk." Kepada murid-murid dia berkata, "Kamu belajar yang rajin, dan nanti kalau nasibmu baik jangan lupa kepada sekolah ini"
Jadi nasib baik saja yang menentukan. Nasib baik siapa tahu mendapat donatur lagi atau menjadi kaya. Arogansi ketika mereka merasa lebih baik dari pegawai negeri juga membuat keinginan maju tidak ada. Maka gaya mengajar dan juga situasinya minimalis sekali. Miskin kreatifitas. Yang ada rutinitas.
Datanglah badai itu. Bantuan dari Belanda karena permasalahan politik dihentikan sama sekali. Guru-guru dan pengurus yang tadinya bergelimang korupsi menjadi kalang kabut karena mereka harus menghidupi diri sendiri sementara saingan menjamur di mana-mana. Hampir tidak mungkin mereka menaikkan uang sekolah untuk menyokong pendidikan di sekolah itu karena sekolah negeri dengan mutu sama bisa lebih murah. Sentimen SARA makin menghambat laju sekolah ini. Akhirnya sang Kepala Sekolah berujar "Nasib kita memang sedang tidak baik, Tuhan sedang menguji kita." Ujian ini ternyata berjalan lama. Satu persatu aset sekolah tidak dapat digunakan dan satu-persatu sekolah-sekolah dari Yayasan ini ditutup sampai akhirnya tinggal satu sekolah?yang saat ini bekerja sama dengan tempat kerja saya.
Keadaan ini makin diperburuk dengan saling menjatuhkan antar pengurus dan juga antar guru. Berebut aset yang sebenarnya tidak seberapa.
Lalu mengapa satu sekolah itu bisa bertahan? Jawabnya juga karena mereka melakukan strategi kemiskinan. Kalau melihat keseharian Guru yang sudah lama dan tetap bertahan, saat ini mereka sebenarnya sudah mencapai taraf kemakmuran secara individu. Bisa dilihat dari rumah mereka yang pasti berbata dan anak-anak mereka yang bisa berkuliah?kebanyakan di Universitas swasta pula. Satu hal yang dulu sulit dilakukan Guru-guru negeri. Memang Guru-guru itu juga memiliki usaha lain dalam bidang pertanian?sebagai dampak "pembagian" dana donasi dulu sehingga mereka bisa memiliki akses sumber-sumber produksi.
Tetapi untuk memajukan sekolah sekali lagi yang dipakai adalah strategi kemiskinan. Rupanya sekolah itu di buat menjadi kelihatan semiskin mungkin. Kalau Anda pertama kali ke sana anda akan menjumpai sekolah yang tak terawat sama sekali dengan alasan tidak ada dana untuk perawatan. Buku hampir tidak ada. Penjaga sekolah tidak melakukan tugasnya sama sekali.
Atap bocor, alat peraga tidak ada, dapur jadi satu dengan kantor, dan wc tidak ada airnya. Alasannya sekali lagi tidak ada uang. Lambat laun saya tahu kalau setiap tahun ada dana dari pemerintah untuk operasional sekolah. Bantuan alat peraga juga ada. Dan berbagai donatur silih berganti membantu sekolah ini. Lalu ke mana dana-dana bantuan tersebut? Usut punya usut dana-dana tersebut selalu dibagi rata untuk Guru-guru yang telah terbiasa mendapatkan dana lebih baik dari pegawai negeri. Ketika bantuan tidak ada dan krisis moneter menghantam mereka menjadi pihak yang secara ekonomi miskin dan tidak punya akses produksi serta kapital lagi.
Lambat laun, berbagai alat peraga bantuan pemerintah saya temukan. Ada yang disimpan di rumah penduduk dan ada pula yang disimpan di rumah penjaga sekolah. Saya hanya geleng-geleng kepala melihat hal ini. Beberapa dokumen dipalsukan hanya agar beberapa Guru memperoleh insentif dari pemerintah. Maka ketika beberapa perubahan kami lakukan kata yang pertama keluar dari Kepala sekolah "Lebih baik tidak dibantu Mas, dibantu kita tidak dapat apa-apa." Dengan kondisi pemiskinan tadi sudah barang tentu budaya kemiskinan tertanam baik dalam benak dan pikiran anak-anak.
Semuanya serba minimalis dan bahkan dibuat tidak ada sama sekali.
Sampai-sampai dana beasiswa tidak sepenuhnya digunakan untuk anak-anak.
Sempurna kan ? Miskinnya maksudnya.
Dengan memiskinkan diri itulah maka sekolah selalu terlihat membutuhkan bantuan dan berbagai bantuan dari orang yang kasihan mengalir ke sekolah.
Padahal kalau dipikir hanya sedikit yang akan didapat dari metode miskin ini. Sama sekali tidak terpikir oleh Guru-guru itu untuk membuat terobosan dengan memajukan sekolah dan mengolah sumber yang ada disekolah untuk kemajuan sekolah. Budaya kemiskinan telah mengajarkan kepada mereka dengan hanya mengulurkan tangan seperti pengemis maka dana akan mengalir.
Alasannya selalu saja ini: tidak ada yang memikirkan, Yayasan tidak melakukan apa-apa? ya mereka bertengkar terus, dan tidak ada uang. Tapi ketika mendapat uang terus digunakan untuk hal yang tidak benar bahkan untuk rebutan.
Budaya kemiskinan jelas telah menggerogoti banyak segi dalam kehidupan bangsa ini. Bahkan terlembagakan dengan jeniusnya disekolah. Di beberapa sekolah negeri saya melihat praktek-praktek pemiskinan tersebut juga berlangsung. Dana insentif untuk Guru honorer masih saja dipotong dan dibagi rata kepada Guru yang seharusnya tidak menerima. Pemerataan katanya.

Membentak dan menjewer adalah hal biasa juga dalam keseharian di sekolah. Dalam kehidupan sehari-hari kemiskinan adalah bagian dari kita dan berbagai cara korupsi serta kekerasan di negara ini adalah merupakan bukti nyata adanya kebudayaan kemiskinan tersebut. Bukti juga kalau bangsa kita?
Paling tidak dilingkungan saya bekerja? Masih terjajah.
Beberapa waktu lalu saya membaca di sebuah harian Nasional?
Saya lupa tanggalnya?
Negara kita ini mungkin memang hanya akan bisa maju kalau terjajah karena mentalnya memang mental miskin dan terjajah. Bagaimana, masih mau terjajah atau mau maju?
Lalu saya teringat kepada perumpamaan tentang talenta dari Tuhan Yesus.
Kalau kasusnya memiskinkan diri seperti tadi termasuk mengembangkan talenta tidak ya? Kasusnya memang rumit tapi mudah-mudahan kalau kita nanti di tanya Tuhan apa yang dilakukan di dunia ini kita akan mendengarkan Tuhan berkata "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (Matius 25:23)